Pasar. Siapa orang yang
tidak mengenal pasar. Jika dia tidak mengenal pasar, berarti dia tidak
benar-benar hidup alias hidup tapi mati. Apa yang kita pikirkan pertama kali
tentang pasar? Kumuh? Jorok? Kotor? Atau sarangnya sampah masyarakat? Banyak
orang yang muncul dengan asumsinya sendiri mengenai pasar. Ada juga yang bilang
kalo seorang perempuan setidaknya harus datang ke pasar. Sekedar untuk
berbelanja kebutuhan dapur atau iseng menemani Mama belanja.
Tapi pernahkah kita berpikir
tentang sisi lain sebuah pasar? Mencoba berpikir bukan dari segi negatifnya
saja, tapi juga dari segi positif yang kita dapatkan setelah kita keluar dari
pasar. Dan itulah yang saya rasakan beberapa hari yang lalu, dan ingin saya
bagikan di sini.
Pasar. Pasar adalah suatu
tempat dimana kita bisa belajar banyak hal darinya. Kita bisa belajar banyak
karakter berbeda tiap orang. Dan bisa lebih menghargai setiap lembar uang yang
kita punya. Pasar kumuh? Memang mungkin jika sekilas pandang, itulah kesan
pertama yang kita dapat dari pasar. Banyak lalat, bau, becek, dan masih banyak
lagi. Mungkin sempat terlintas dalam otak kita, apa tidak ada petugas
kebersihan? Kenapa orang jorok bisa diizinkan berdagang? Lalu bagaimana dengan
barang yang mereka jual? Bersihkah itu? Layak konsumsikah itu? Atau… bisa
dikonsumsi manusiakah? Mungkin iya. Tapi tentu tidak bisa kita sepenuhnya
menyalahkan mereka. Mereka yang hanya berniat
untuk berdagang, menjual apa yang biasa mereka jual demi kelangsungan
hidup mereka ke depan tentu tidak terlalu berpikir dengan kebersihan di sekitar
mereka. Yang terpenting adalah, apa yang mereka bawa hari itu bisa laku dan
pulang dengan membawa untung untuk keluarga di rumah.
Salah satu contohnya, ada
seorang Ibu penjual jamu. Sebut saja beliau Ibu Ati. Ibu Ati yang rela
berjualan jamu keliling di pasar demi menyekolahkan anaknya sampai bangku
perkuliahan. Dia rela menenteng-nenteng botol-botol jamu kemana-mana dari pagi
hingga sore untuk mencari selembar demi selembar uang demi anaknya. Tapi, bukan
kabar baik yang Ibu Ati dapatkan. Justru sebuah berita yang begitu mengiris
hatinya paling dalam. Anak yang begitu dia banggakan, justru pulang tidak
dengan membawa sebuah berita baik. Dia pulang dengan membawa berita bahwa dia
telah dihamili kekasihnya, dan sekarang sudah hamil 4 bulan. Kontan saja Ibu
Ati tak kuasa menahan kesedihannya. Anak yang begitu dia sayangi malah memilih
untuk berhenti kuliah demi membesarkan anak dalam kandungannya.
Mungkin ada beberapa dari
kita yang dengan mudahnya menghabiskan seberapapun uang yang ada di dompet
kita. Menghambur-hamburkannya hanya untuk keperluan yang sama sekali tidak kita
butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Membeli barang-barang branded hanya untuk
gengsi semata. Memburu barang-barang mewah agar bisa diterima di kalangan beberapa
teman-teman kita. Tidakkah itu terlalu menyiksa diri kita sendiri? Jawabannya,
tentu saja dan pasti IYA. Coba bandingkan apa yang kita lakukan tersebut dengan
seorang ibu penjual sayur-mayur di pasar. Harga sayuran yang mereka jual hanya
berkisar Rp 500,- sampai Rp 1000,-. Saya melihat betapa mereka begitu
menghargai setiap koin atau setiap lembar uang seribuan yang mereka dapat. Tiga
lembar uang Rp 5000,-, beberapa lembar uang seribuan ditambah lagi dengan
beberapa koin yang terdengar dari lipatan kain batik mereka setiap kali mereka
menggerak-gerakkannya. Berkali-kali mereka menghitungnya, entah karena alasan
apa. Selalu mengucap kata terima kasih untuk setiap pembeli yang membeli
sayurannya. Dengan gurat keras di wajahnya, menandakan dia tak pernah pantang
menyerah dalam hidup. Melihat hal itu, hati merasa tersentuh dan ingin
meneteskan air mata. Jika dibandingkan dengan apa yang kita lakukan selama ini,
tentu itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan beliau.
Tentu pernah kita berpikir
siapa saja teman kita? Yang mana teman dan yang mana musuh? Tapi pasar, pasar
mengajarkan kita arti teman yang sebenarnya. Hubungan antar pedagang yang
sangat dekat. Toleransi yang patut diacungi jempol. Dan rasa tenggang rasa,
saling memiliki, dan perasaan saling bersaudara satu sama lain. Membuat suasana
pasar begitu hangat. Senyum mereka yang tak pernah pudar dari pagi hingga pasar
ditutup.
Begitu banyak cerita,
kenangan, bahkan cinta yang tertuang dalam suasana pasar yang kita anggap kumuh
itu. Sekarang aku mengerti, pasar bukan
hanya tempat transaksi jual beli antara penjual dan pembeli. Tapi pasar adalah
sekolah hidup yang memberikan kita banyak pelajaran. Pasar adalah kampus bagi
orang-orang yang ingin tahu bagaimana menjalani hidup yang sebenarnya. Pasar
adalah tempat dimana kita bisa mengerti makna kata bersyukur. Pasar adalah
objek wisata dimana kita bisa mengerti berbagai karakter yang membuat kita
merasa tak ingin waktu itu cepat berlalu.
Pasar… jangan ragu untuk
datang dan belajar dari pasar. Percaya, karena aku sudah membuktikannya. J