RSS

tell the world that you`re ...

tell the world that you`re ...
a strong person. talk louder, feel deeper. yes, you can!!

lebih dekat dengan ayah


-->
Seorang pria yang selalu keluar rumah setiap pagi dan kemudian kembali pulang saat sang fajar sudah berada di peraduannya, dialah ayah kita. Seorang pria yang kita panggil dengan panggilan Ayah tersebut tak kenal waktu untuk bekerja demi memberikan kita hidup yang layak. Seorang pria yang begitu menyanyangi  kita anaknya lebih dari apapun. menganggap kita sebagai harta miliknya yang tak ternilai harganya. memberikan apa yang kita butuhkan, meski kadang sebelum kita memintanya. tapi sayang, jarang orang yang menyadari hal ini.
pernahkah kita melihat sosoknya dari sisi yang berbeda? coba lihat raut wajahnya yang kadang terlihat begitu galak saat marah. coba jangan lihat wajah itu, tapi lihat mata itu saat marah. lihat matanya lebih dalam. mata yang menggambarkan kekecewaan dan rasa bersalah. merasa kecewa pada kita anaknya yang tak pernah mau mendengarkan setiap nasehatnya. merasa kecewa pada kita anaknya karena tak pernah mau memperdulikan setiap kata-katanya. dan tentunya merasa bersalah. merasa bersalah karena kita yang begitu dia harapkan bisa menjadi anak yang soleh/solehah ternyata tak bisa menjadi seperti yang dia harapkan. merasa bersalah karena dia menganggap dirinya tak bisa mendidik dan mengarahkan kita pada hal-hal yang baik. tapi kita tak pernah bisa melihat hal itu.
tak jarang dia sering terlihat hanya diam. tidak mengatakan apa-apa. tidak melakukan apa-apa. tapi dia selalu memberikan dukungannya pada kita. dia selalu memberikan perhatiannya pada kita meski hal ini kadang tak terlihat. dia memang tak pernah terlihat menangis di depan anak-anaknya. bukan karena dia memang begitu super, tapi karena dia ingin terlihat kuat di depan anak-anaknya. dia tak ingin melihat anak-anaknya menjadi manusia yang lemah dan gampang putus asa terhadap tantangan dunia yang begitu keras. tapi, tahukah kita akan hal tersebut?
seorang pria yang tak rela melihat anaknya diperlakukan tidak baik. seorang pria yang tak rela ketika melihat anaknya dipermainkan. dialah orang pertama yang akan pasang badan untuk kita saat melihat kita terancam. tapi kita tidak pernah bisa melihatnya. kita hanya tahu bahwa seorang ayah adalah sosok seorang pria yang menyandang status kepala keluarga yang tugasnya hanya mencari nafkah untuk istri dan anaknya. tapi, pernahkah kita menyadari hal tersebut?
masih begitu melekat dalam benak ini saat sosok seorang pria yang kupanggil ayah ini begitu sabar mengajariku segala hal. dia yang begitu semangatnya saat mendaftarkanku masuk sekolah dasar meskipun hanya berbekal sebuah sepeda kayuh. dia yang begitu menyanyangiku, ketika itu baru saja dia pulang dari bekerja tapi aku sudah merajuk untuk mengajariku pelajaran hari itu. dengan keras dia mengajariku.hingga akhirnya dengan perlahan aku mulai bisa membaca, berhitung, dan mengerti segala hal. dia tak pernah protes saat aku memaksanya mengerjakan tugas sekolahku.
masih teringat dalam bingkai kenangan ini bahwa dia begitu sabarnya merawatku kala aku sakit. berada di sisiku saat aku membutuhkan bantuannya. membelikanku buku bacaan dan banyak makanan agar aku segera sembuh dari sakitku. dia adalah orang yang keras saat aku pertama kali melihatnya. tapi aku tersadar saat aku berada di bangku sekolah dasar. ketika itu adalah hari pembagian rapor pada wali murid. melihat nilaiku yang turun kala itu, aku pikir dia akan memarahiku sama seperti saat aku tak segera mengerti ucapannya saat mengajariku. tapi ternyata aku salah. dia memanggilku, menyuruhku duduk di pangkuannya. kemudian pelan dia mengusap rambutku dengan terus tersenyum seraya berkata, "kenapa? kok nilainya bisa turun? apa yang belum bisa kamu pahami? apa kamu nggak belajar? kenapa?" begitulah kalimatnya dengan begitu pelan dan sabar saat itu. sungguh, aku tak bisa berkata apa-apa saat itu. hanya bisa menahan air mata. bukan karena melihat nilaiku. tapi karena melihat ternyata begitu besarnya perhatian dan kasih sayangnya padaku, pada kita anaknya.
mata ini tak bisa menahan air mata. amarah ini tak bisa terbendung saat mendengar ada seseorang yang mengatakan sesuatu yang buruk tentangnya. mereka tak mengenalnya dengan baik. tapi mengapa mereka begitu tak menyukainya. apapun yang mereka katakan tentangnya, dia tetap saja ayahku yang begitu kuat dan hebat. tak peduli apa kata orang, dimatanya kita tetaplah anak yang selalu dia banggakan dimanapun dia berada, meski kita tak pernah mendengar langsung dari mulutnya. seorang pria yang begitu kagum dan bangga pada kita tapi tak pernah menunjukkan hal tersebut secara terang-terangan di depan kita anaknya. tapi, akankah kita bisa mengerti hal tersebut?
ayah. sosok pria sederhana yang selalu berdoa untuk keselamatan kita saat keluar rumah.sosok pria yang menangis dalam hatinya saat melihat kita anaknya di wisuda. dia begitu bangga memiliki kita. tapi, selama ini banggakah kita padanya?
ayah. dia bukanlah seorang manusia super seperti superman. dia hanyalah seseorang yang selalu berada di belakangmu saat kau akan terjatuh, dia akan menarikmu kembali ke tempatmu semula. seorang pria yang punya tanggung jawab besar terhadap  istri dan anaknya saat berada di dunia. bahkan dia masih saja harus bertanggung jawab atas segala tingkah dan laku istri dan anaknya selama hidup di akherat saat berada di akherat kelak.
sayangilah ayah kita sama seperti dia menyanyangi kita melebihi dirinya sendiri. sayangi mereka sebelum semuanya terlambat.  jangan tunggu hingga kita tak bisa mendengar setiap nasehatnya lagi. karena waktu tidak akan bisa diulang kembali. jangan biarkan dirimu termasuk dalam golongan orang yang menyadari bahwa begitu berharganya seseorang itu setelah orang tersebut menjauh, hingga pada akhirnya menghilang untuk selamanya.
terima kasih ayah, terima kasih atas segalanya. terima kasih untuk setiap nasehat, pengorbanan, dan peluhmu yang menetes selama ini demi kami putra/putrimu.

dia...

Pertama kali melihatnya di tengah keramaian bazar, mata Boni seperti berhenti berkedip. Dan jantungnya serasa berhenti berdetak sejenak menikmati keindahan yang telah diciptakan Tuhan dengan begitu sempurnanya. Seorang cewek yang melihat ke arahnya dengan tatapan mata dingin dengan rambut sebahu yang dibiarkan terurai, membuatnya terlihat begitu cantik. Cantik alami. Lama dia menatapnya, entah apa yang dia perhatikan. Hingga pada akhirnya dia membuang pandangannya dan kemudian berjalan menjauh. Dan Bonipun tersadar bahwa kini dia telah menghilang di telan kerumunan orang yang datang malam itu.
Sudah seminggu berlalu setelah bertemu dengan cewek tersebut, tapi wajahnya masih saja bergentayangan di memori otak Boni. Berusaha buat membuang memori tersebut, tapi justru malah timbul rasa penasaran. Ingin tahu siapa dia dan kenapa dia bisa menatapnya sampai seperti itu.
"Eh, Boni... Punya kerjaan baru Lo?" Vino sahabat karib Boni yang datang mengagetkan. Membuyarkan lamunannya tentang cewek itu. Sungguh sahabat yang tidak pengertian.
"Sialan Lo! Bikin semua kacau aja. Baru juga mulai, udah ganggu aja. kampret!" umpat Boni pada Ivan yang melihatnya dengan wajah tanpa dosa. Dan itu adalah salah satu hal yang paling Boni benci dari sahabatnya tersebut.
"Yaelah, habisnya tiap hari nglamun mulu... Mikirin apa sih? Masih penasaran sama cewek yang Lo temuin di bazar seminggu yang lalu?"
"Gitulah..." jawab Boni singkat.
"Denger ya, kalo jodoh juga nggak akan kemana... Inget tuh baik-baik."
Celoteh Ivan sambil berlalu. Ivan memang anak yang urakan, tapi apa yang dia ucapkan bagaikan sebuah tetesan air di tengah panasnya padang pasir. Dari mulutnya jugalah keluar kalimat-kalimat ajaib yang entah darimana didapatkannya. Setiap apa yang dia ucapkan selalu saja tepat sasaran.
"Eh, Boni! Mau langsung pulang Lo?" tanya Ivan saat kami baru saja keluar kelas setelah menyelesaikan jam kuliah mereka.
"Kenapa?"
"Sepupu Gue dari Jawa lagi main kesini. Udah seminggu yang lalu sih datengnya... Hari ini Gue disuruh nemenin buat jalan-jalan. Ikut yuk!"
"Ngapain... Emang Gue tour guide apa? Kagak ah. Males. Mau tidur aja di rumah."
"Ayo dong! Lo yang sering kelayapan tiap hari pasti tahu tempat-tempat kece kan? Gue beliin apa yang Lo mau deh ntar... Gue kabulin apa yang Lo mau dari Gue deh... Pliisssss..."
Melihat tampang Ivan yang sudah memasang wajah melasnya, tentu aja Boni nggak tega dan akhirnya ikut saja dengannya menemui sepupunya yang datang dari Jawa itu.
"Kita ketemunya disini?" tanya Boni setelah mereka sampai di depan sebuah losmen sederhana.
"Dia nginepnya disini. Makanya nyokap sekalian nyuruh doi buat pindah ke rumah Gue. Jadi kan Lo bisa bantu-bantu angkat kopernya sekalian.Hahahaha..."
"Sialan."
Akhirnya firasat buruk Bonipun memang benar terjadi. Pasti ada satu dua hal yang tidak mengenakan. Dan ternyata hal itu memang benar terjadi. Si Ivan sialan sengaja mengajak Boni ternyata bukan hanya sekedar untuk menemaninya berkeliling namun juga membantunya mengangkat koper. Sungguh keterlaluan sahabat Boni yang satu ini.
"Mana sih sepupu Lo itu? Lama banget ditungguin. Nggak sadar apa kalo lagi ditungguin." keluh Boni pada Ivan yang tengah santainya menghisap sebatang rokok sambil duduk di kursi depan mobil dengan pintu yang dibiarkan terbuka
"Tungguin aja. Masih mandi kali. Nggak sabaran banget sih Lo!" jawabnya sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.
"Tuh dia." tunjuk Ivan yang kemudian berdiri keluar mobil dan mematikan rokoknya.
Sungguh mengejutkan. Entah ini hanya suatu kebetulan saja atau mungkin ini adalah takdir, entahlah. Itulah yang dipikirkan Boni saat melihat seoorang cewek yang keluar dari pintu losmen dengan menarik sebuah koper kecil sambil tak hentinya memamerkan senyum manisnya. Sungguh sangat cantik, itulah kalimat yang terus berputar-putar di kepala Boni.
"Dia? Dia sepupu Lo?" bisik Boni pada Ivan yang tengah sibuk melambaikan tangannya dengan terus memasang senyum lebar di wajahnya yang dengan sialnya juga, Ivan hanya diam saja tidak menjawab pertanyaan Boni.
"Hai, Mega! Maen kesini nggak ngomong-ngomong. Untung budhe nelpon Mama buat ngasih tau kalo kamu ada di sini." Ivan basa basi.
"Maaf, Van... Jadi ngrepotin. Padahal niatnya kesini mau maen bentar sekalian nyari tempat kuliah yang bagus trus pulang. Eh Mama kamu ngasih tahu kalo suruh nginep lebih lama aja. Ya udah..." terang cewek yang dipanggil Mega oleh Ivan.
"Ehm..." gumam Boni pelan.
"Oiya, kenalin nih temen aku Boni. Dan Bon, ini adik sepupu Gue Mega yang Gue ceritain." Ivan coba memperkenalkan setelah menyadari keberadaan Boni di sampingnya.
Boni yang langsung mengulurkan tangan segera saja dijabat kembali oleh Mega dengan ramah. Lembut tangan dan manis senyumnya membuat mata Boni tak ingin beranjak menatapnya. Sungguh pesona cewek ini berhasil menghipnotis otak Boni.
Setelah memutuskan akan pergi kemana yaitu pulang terlebih dahulu ke rumah Ivan, Ivanpun dengan sigap segera melajukan mobilnya di tengah keramaian kota. Mata Boni yang kadang mencuri pandang pada Mega yang sedang duduk di kursi belakang lewat kaca spion membuat Ivan yang menyadari hal itu penasaran dan ingin tahu.
Keesokan harinya saat Mega diajak Ivan untuk melihat-lihat kampusnya, karena siapa tahu Mega berminat untuk melajutkan pendidikannya di tempat yang sama dengannya dan Boni sahabatnya menimba ilmu tersebut.
"Bukannya kita pernah ketemu, ya? Di bazar seminggu yang lalu bukan?" Mega membuka pembicaraan saat Ivan meninggalkan mereka berdua karena masih harus menyelesaikan mata kuliahnya yang lain.
"Apa?! Kamu masih inget ternyata..." Boni yang mulai salah tingkah dengan kalimat Mega langsung saja menggaruk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal tersebut.
Megapun hanya menjawabnya dengan tersenyum dan kemudian melanjutkan membaca brosur kampus yang diperoleh dari Ivan.
”Boleh nanya...” akhirnya Boni memberanikan diri memulai pembicaraan hingga membuat Mega menghentikan membaca brosur yang ada di tangannya dan menoleh pelan ke arah Boni.
”Kenapa waktu itu, pas kita ketemu di bazar... Kenapa kamu bisa ngeliatin aku sampai lama gitu...” Boni melanjutkan kalimatnya setelah mendapatkan anggukan dari Mega tanda mengizinkan Boni untuk bertanya.
”Itu... Itu karena wajah kamu ngingetin aku sama almarhum kakakku. Mirip banget. Dia baru meninggal 3 tahun yang lalu karena kecelakaan.” jelas Mega pada Boni yang terus mendengar dan mencerna kata demi kata yang keluar dari mulut Mega dengan penuh konsentrasi.
Mendengar penjelasan Mega, jelas membuat Boni lega. Akhirnya semua teka-teki yang menyelimuti hatinya terungkap sudah. Mulai dari siapa cewek yang dia temui di bazar seminggu yang lalu hingga kenapa dia bisa menatap Boni sampai seperti itu terjawablah sudah.
Tiga hari bersama membuat Boni semakin tak bisa mengendalikan rasa sukanya pada Mega. Mega yang manis, sangat baik, sopan, lemah-lembut khas gadis Jawa telah membuat Boni ingin segera memilikinya sebagai pendamping hidup yang selama ini dia dambakan. Sayangnya tampang keren, penampilan oke, dompet tebel, dan kepopuleran Boni tidak bisa begitu saja meruntuhkan hati Mega. Banyak cewek di kampus yang ingin menjadi pacar Boni harus rela ditolak berkali-kali hingga harus menanggung malu. Tapi kenapa pesona Boni ini seperti tidak mempan untuk Mega, cewek yang begitu disukai Boni itu.
Setelah semalaman berpikir keras, akhirnya Boni memutuskan untuk mengutarakan rasa sukanya pada Mega hari ini juga. Karena Boni takut akan terlambat. Jadi, sebelum semuanya terlambat lebih baik Boni memilih untuk melangkah terlebih dahulu. Tapi, sebelum dia berangkat bertempur tentu saja dia harus berpamitan pada sahabat satu-satunya, Ivan. Karena bagaimanapun juga mereka sudah seperti saudara sendiri.
”Hei, brother!!!” sapa Ivan saat melihat Boni berjalan ke arahnya saat itu.
”Kemana sih, dicariin susah amat. Udah kayak kutu Lo!” canda Boni sesampainya di tempat Ivan duduk.
“Kampret... Kutu... Tumben hari ini keren banget. Ada apa nih...” akhirnya Ivan menanyakan hal tersebut. Jadi Boni tidak perlu repot-repot harus memulai darimana dia akan bercerita.
”Emm... Gue udah nemuin siapa cewek yang Gue temuin di bazar. Dan Gue berencana buat nembak dia hari ini juga, bro. Gue takut telat, ntar malah berabe lagi semuanya.” Boni mulai berbicara.
“Hah?! Masih kepikiran aja sama cewek misterius itu. Trus, anak mana tuh cewek...”
”Jangan sekarang. Ntar kalo udah sah Gue kenalin dia ke Lo. Lagian Lo juga kenal kok sama tuh cewek.”
”Gue? Gue kenal tuh cewek? Siapa? Anak kampus sini juga berarti... Tapi siapa sih bro?” Ivan yang mulai penasaran terus memaksa Boni untuk menceritakan semuanya.
”Oiya, Gue juga mau ngasih tau kalo minggu depan Gue bakalan tunangan.” Ivan yang coba memberitahu kabar baik ini pada sahabatnya tentu saja membuat Boni sangat terkejut.
”Tunangan? Tunangan sama siapa? Monyet?” goda Boni pada Ivan yang terlihat berseri-seri saat mengatakan hal tersebut.
”Sialan. Ya sama cewek lah. Bentar lagi dia kesini. Ntar Lo juga tahu siapa calon tunangan Gue itu. Mukenye nggak asing kok buat Lo.” tutup Ivan yang membuat Boni semakin penasaran. Karena pasalnya, Ivan tak pernah terlihat jalan berdua dengan seorang cewek. Bahkan Ivan juga tak pernah menceritakan sosok cewek yang sedang dekat dengannya akhir-akhir ini, meskipun mereka selalu menceritakan semuanya layaknya saudara. Jelas saja perubahan Ivan ini membuat Boni takut akan hal-hal buruk yang terjadi pada diri Ivan yang sudah dia anggap seperti saudara sendiri itu.
Tak lama menunggu, kemudian datanglah seorang cewek yang berjalan ke arah Boni dan Ivan duduk dengan anggun dan senyum yang terus terpasang di wajahnya. Rambut sebahu yang dibiarkan terurai terus bergerak seiring dengan langkah kakinya. Sesekali membenahi rambutnya yang terkadang menutupi wajahnya karena diterpa angin. Mega. Mega yang begitu mempesona kala itu membuat mereka berdua hanya diam mematung melihat salah satu keindahan dunia yang diciptakan Tuhan dengan begitu sempurnanya.
”Dia...” ungkap Boni dan Ivan pelan secara bersamaan. Membuat mereka saling menatap dengan muka serius.
”Van...” panggil Mega  pelan saat tiba di tempat Boni dan Ivan duduk bersama. Suara tersebut membuat tatapan mata kedua sahabat tersebut terlepas satu sama lain dan segera melihat ke arah suara tersebut. Melihat Mega yang sudah berdiri di depannya, Ivan segera berdiri di samping Mega dan merangkulnya mesra. Suatu pemandangan yang aneh di mata Boni untuk ukuran sebuah hubungan sepupu. Tapi Boni coba untuk memakluminya. Meski ada sedikit rasa cemburu dalam hatinya.
”My brother... Ini adalah cewek yang Gue ceritain tadi. Tunangan Gue. Mega.” Ivan membuka suara yang jelas membuat Boni kaget setengah mati. Bola mata Boni yang langsung melotot seperti ingin keluar dari tempatnya membuat Ivan merasa seperti telah membuat Boni terkejut setengah mati.
”Apa?!?! Mega tunangan Lo? Kalian sepupuan kan? Gue nggak ngerti. Dan kalo ini cuma jokes. Lo tau ini nggak lucu Van.” Boni akhirnya berani bersuara.
Ivan jelas terkejut dengan sikap Boni yang menurutnya sedikit berlebihan. Ivan yang memang sama sekali tidak tahu bagaimana perasaan Boni saat ini tentu saja dia akan berpikir demikian.
”Gua cabut dulu deh. Males Gue lama-lama disini.” Boni yang sudah tak bisa menahan amarahnya segera pergi begitu saja. Melihat sikap aneh sahabatnya tersebut, Ivan segera menyusul Boni.
”Lo kenapa sih, Bon?? Kok Lo gini.”
”Gue kayak gini?? Kayak apa menurut Lo? Sahabat yang udah Gue anggep kayak saudara sendiri nipu Gue!! Nusuk Gue dari belakang!! Anjing Lo!!! Bangsat!!! Gila ya... Bilang sepupu, trus sekarang calon tunangan?? Apaan maksudnya??? Bercanda??? Bercanda Lo keterlaluan, nyet!!! Kampret!!! Kalo bukan temen udah Gue hajar Lo.” emosi Boni yang akhirnya meledak membuat Ivan bingung harus mulai darimana.
”Sori... Gue juga baru tahu hal ini semalem. Ternyata nyokapnya Mega itu bukan kakak kandung nyokap Gue. Tapi mereka sahabatan dari dulu. Dan orang tua Mega nitipin dia ke orang tua Gue karena janji mereka pas sekolah dulu. Jadi, jangan salahin Gue!! Kalo mau salahin, salahin nyokap Gue!!! Denger Lo njing??” teriak Ivan tak kalah kerasnya.
”Hoh... Jadi sekarang Lo udah berani manggil Gue anjing??? Tai Lo!!!” umpat Boni yang sudah tak bisa menahan emosinya.
”Woi!!” teriak Ivan tak kalah kerasnya.
”Apa? Anjing Lo emang...”
”Kenapa Lo berlebihan gini sih...”
“Berlebihan?? Anjing... Lo tau, cewek yang Gue temuin di bazar? Lo tau cewek yang selama ini buat Gue nggak bisa tidur nggak enak makan? Lo tau siapa cewek yang Gue sukai itu? Dan apa Lo tau siapa cewek yang mau Gue tembak hari ini? Apa Lo tau itu?? Anjing...”
“Siapa? Siapa maksud Lo?”
“Dia!! Mega!!! Babi Lo!!! Bangsaatttt!!! Anjing Lo emang!!!” teriak Boni sambil menunjuk keras ke arah Mega yang sedari tadi sudah berdiri di depan kedua sahabat yang sedang kalap emosinya tersebut dengan perasaan tak menentu dan serba salah.
“Bon... Gue, Gue nggak tau kalo Mega yang Lo maksud... Gue...” Ivan yang mulai mengerti maksud amarah Boni tentu saja merasa sangat bersalah. Wajahnya yang terlihat ling-lung membuat Boni tersadar akan sikapnya.
“Tai... Gini bos. Gue nggak berhak sebenernya marah gini sama Lo. Gue tetep temen Lo. Dan Lo, Lo tetep jadi sahabat Gue. Sori Gue udah kasar.”
“Bon...” panggil Ivan yang membuat Boni menyadari sikapnya yang berlebihan pada Ivan sahabatnya.
“Gue mau tenangin diri Gue dulu, Van... Gue cabut dulu.”
Boni yang setelah merangkul Ivan segera berjalan menjauhi Ivan yang tengah bingung dengan apa yang sudah dia perbuat pada sahabatnya, Boni. Karena seharusnya dia bisa lebih mengontrol emosinya.
“Dia... cewek yang Gue suka ternyata adalah calon tunangan sahabat Gue sendiri. Mega.”

lebih dekat dengan IBU



Ibu. Siapa Ibu? Bukankah sering kita mengatakan kata tersebut. Atau, kita sering memanggil seorang perempuan yang lebih tua dengan sebutan Ibu. Oke, jika dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Ibu adalah panggilan untuk seorang perempuan yang telah melahirkan kita. Seorang perempuan yang melahirkan kita. Sekali lagi, seorang perempuan yang melahirkan kita. Seorang perempuan yang sungguh luar biasa. Kenapa???
Dia, perempuan yang kita panggil dengan sebutan Ibu itu rela meminjamkan perutnya untuk kita gunakan tidur selama 9 bulan tanpa henti. Dia rela membawa kita kemana saja dia pergi. Rela membagi makanan yang dia makan dengan kita. Memberikan segenap rasa kasih dan sayang untuk kita. Selalu berdoa agar kita bisa lahir dengan selamat dan kelak bisa menjadi orang yang berguna, hebat dan hormat pada orang tua. Membawa beban berkilo-kilo di perutnya tanpa mengeluh. Bahkan hanya rasa bahagia yang dia rasakan. Rasa khawatir karena menunggu hari kelahiran putra yang dia nanti-nantikan. Dari mulai dia membuka mata di pagi hari hingga dia menutup mata di malam hari. SUNGGUH LUAR BIASA. SEKALI LAGI, SUNGGUH LUAR BIASA.
Dia, perempuan yang kita panggil Ibu itu tidak cukup hanya mengandung kita. Dia juga harus berkutat dengan rasa sakit yang amat sangat luar biasa. Dia juga harus rela mempertaruhkan nyawanya demi kita agar dapat melihat warna dunia ini dengan selamat. Dia tak berpikir apa-apa, dia hanya memikirkan kita. Hanya kita. Menangis dan menjerit karena rasa sakit yang dia rasakan dapat seketika berubah menjadi sebuah senyum tanda rasa bahagia dan puas kala mendengar tangisan kita pertanda bahwa kita dapat melihat dunia dengan selamat. Rasa sakit yang dia rasakan berubah menjadi rasa bahagia yang tak tertandingi oleh apapun saat itu. Melihat sosok mungil yang selama sembilan bulan ini tinggal diam di perutnya bisa keluar dengan selamat adalah impian semua Ibu di dunia ini. SUNGGUH LUAR BIASA. PENGORBANAN YANG LUAR BIASA. SEKALI LAGI, AMAT SANGAT LUAR BIASA.
Saat kita masih kecil. Saat kita masih belum bisa apa-apa. Saat kita belum mampu untuk berdiri sendiri. Saat kita masih lemah. Ibu meletakkan kita di pangkuannya dengan penuh kasih. Mengajari kita segalanya. Menunjukkan senyum terbaiknya setiap saat. Menyusui kita. Dia harus makan makanan yang sehat dan bergizi agar kitapun juga terpenuhi gizi dan kebutuhannya. Dia sungguh tak kenal waktu dalam menjaga dan mendidik kita. Dia rela jika jatah tidurnya berkurang kala kita membangunkannya di tengah malam, saat dimana seseorang harus istirahat. Dia juga rela jika harus kedinginan demi meminjamkan selimutnya pada kita agar kita tidak kedinginan. Dia juga rela terjaga tiap malam kala kita sakit. Menjaga kita dari mimpi-mimpi buruk. Setia berada di samping kita dan memastikan semua baik-baik saja.
Beranjak dewasa, kita mungkin sudah sedikit menjaga jarak dengan Ibu agar tidak dipanggil anak Mama. Menyuruhnya menyiapkan segala kebutuhan kita. Membentak dan memarahinya saat apa yang kita mau tak berjalan sesuai keinginan karena Ibu. Tak terpikirkah oleh kita, pernahkah Ibu membentak dan memarahi kita saat kita mengganggu waktu istirahatnya atau kita mengotori pakaiannya dengan air kencing kita?? Tidak. Dia tidak pernah marah. Dia hanya tersenyum dengan sabar dan tulus. Saat kita masih kecil, kita seperti tak mau pisah dengannya. Ingin selau berada dalam pangkuan, pelukan, dan selalu berada di sampingnya. Tapi saat dewasa, kadang kita harus pura-pura tak mendengar saat Ibu memanggil kita. Dulu, saat masih kecil, Ibu selalu setia menemani kita bermain dan menghabiskan waktunya dengan kita. Tapi saat kita beranjak dewasa, kita lupa padanya.  Saat kita punya pacar, kita telah lupa padanya bahkan untuk sekedar menyapanya. Marah jika Ibu melarang kita berpacaran. Tidak. Ibu tidak bermaksud melukai kita, dia hanya tidak ingin hati kita tersakiti. Dia hanya merasa sedih jika melihat kita menagis dan disakiti oleh seorang laki-laki. Dia sungguh ingin yang terbaik untuk kita, untuk anaknya.
Dia, perempuan yang kita panggil Ibu itu selalu menyebutkan nama kita dalam setiap doanya. Dia selalu berharap yang terbaik untuk kita. Jika suatu saat pendapatnya tidak sama dengan apa yang kita pikirkan, dia hanya ingin yang terbaik untuk kita. Kita tidak tahu apa yang sudah dia lalui di masa lalu hingga dia melakukannya pada kita. Dia bersikap keras pada kita, karena dia tidak ingin kita salah dalam melangkah. Dia sungguh ingin masa depan kita lebih cerah darinya. Tapi kita tak pernah menyadarinya. Hanya kata, “ Ibu jahat. Ibu kuno.” Dia sakit hati. Dia menangis dalam hatinya saat kita mengatakan hal-hal yang menyinggung perasaannya. Tapi dia tak pernah menunjukkan hal itu pada kita. Dia hanya menangis di atas sujud setiap shalatnya. Air mata tulus, air mata yang sangat sayang jika harus keluar karena kelakuan kita. Melihat semua yang telah Ibu berikan dan korbankan selama ini, punya hak apa kita membentaknya. Memarahinya. Menghakiminya dari sudut pandang kita saja. Lihat! Lihat apa yang sudah dia berikan padamu. Jiwa, raga, bahkan nyawapun rela dia berikan demi melihat putra/putrinya tersenyum. Punya hak apa kita bersikap sok tahu sehingga bisa semena-mena mengatakan Ibu kita tak tau apa-apa. Punya hak apa kita yang hanya seorang anak bersikap acuh dan menganggap Ibu tak menyanyangi, tak peduli, dan tak mengerti kita saat dia tak dapat memberikan apa yang kita minta atau mengabulkan apa yang kita mau. Lihat, lihat kerut wajahnya. Lihat, lihat peluh yang menetes dari tubuhnya. Lihat, lihat pakaian yang dia pakai. Lihat apa yang dia pakai. Dia rela mengalah demi melihat anaknya tampil sempurna. Lantas, punya hak apa? Punya hak apa kamu bersikap kurang ajar pada seorang Ibu!!!!
Sudahkah kita menyapa Ibu kita pagi ini. Sudahkah kita berbagi kebahagiaan dengan berbagi senyum dengan Ibu kita. Sudahkah kita mengucapkan terima kasih untuk setiap pengorbanannya untuk kita. Dan sudahkah kita menyadari bahwa begitu berartinya Ibu kita. Munafik jika kita mengatakan kita menyanyangi Ibu padahal masih ada bohong dan rasa kesal di dalam hati kita pada Ibu. Ibu bukan saja seorang perempuan biasa. Dia adalah malaikat Tuhan yang dikirim untuk menjaga kita, selalu berada di samping kita saat kita terpuruk. Saat teman, pacar, atau siapapun meninggalkan kita. Ibu kita tetap setia di samping kita dan membela kita dengan segala kebaikan dan keburukan yang kita punya. Ibu adalah suatu pekerjaan yang amat sangat mulia yang gajinya juga tentu saja amat sangat mahal. Yang tidak dapat dibeli dengan uang, tapi cinta. Cinta tulus yang kita berikan padanya. Suatu status yang sangat mulia.
Terima kasih Ibu, terima kasih untuk semua waktu yang telah kau berikan. Dari aku belum bisa apa-apa hingga kini aku bisa berdiri dan menatap dunia yang keras ini dengan semangat yang kudapat dari setiap doa dan senyum indah yang selalu kau lantunkan dan kau tunjukkan sebagai suatu harta yang luar biasa. Ibu itu ibarat rumah, kemanapun dan dengan dengan siapapun kita keluar dari rumah itu ibu tetap menjadi tempat kita kembali. Satu-satunya orang yang selalu ada untuk kita, itu Ibu. I LOVE YOU MOM, YOU ARE MY EVERYTHING. WITHOUT YOU, I CAN BE LIKE ME NOW. YOU ARE MY ANGEL. YOU ARE MY GUARDIAN ANGEL. THANK YOU MOM… J

JUST WANNA SHARE MY STORY



Tak sengaja bertemu dengannya adalah suatu anugerah yang membawa pelajaran yang sangat berharga sekali. Kenapa? Simple, rasa suka maupun sakit yang pernah dia berikan membuatku sadar bahwa sebenarnya dunia ini begitu lebar. Bohong kalo ada yang bilang kalo dunia cuma selebar daun kelor. Kalo memang dunia lebarnya cuma sebesar/ seluas daun kelor, si Columbus nggak perlu lagi tuh keliling dunia hingga pada akhirnya nemuin teori bahwa dunia itu bulat.
Kembali ke cerita… Pertama ketemu, udah tertarik. Dia yang lucu dan apa adanya itu membuatnya tampak berbeda dengan yang lain. Ibarat sebuah berlian di antara batu apung biasa. Terdengar berlebihan tapi itu yang kurasakan saat itu. Ingin mengenalnya lebih jauh. Tapi diri ini nggak berani. Ingin tertawa bareng dia, tapi diri ini malu. Ingin menghabiskan waktu bersama dia, tapi diri ini bingung untuk memulainya. Hingga pada akhirnya dia datang dan memperkenalkan diri dengan begitu ramah dan… ya seperti dia yang apa adanya.
Menjalani hari demi hari bareng dia tuh rasanya nggak kerasa kalo matahari malam udah bersinar. Menyenangkan. Hanya itu yang aku rasakan saat berada di dekatnya. Tiap hari bareng dia udah kayak terapi perut mulu. Ketawa nggak ada habisnya. Ada aja tuh omongannya yang simple tapi bisa buat aku ketawa atau setidaknya tersenyum simpul aja.
Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Dia yang terus memperlakukanku dengan baik dan manis membuatku merasa nyaman saat berada di dekatnya. Tapi semua terasa berubah saat dia mulai menjaga jarak denganku. Awalnya aku berpikir positif saja, tapi tidak saat kutahu bahwa ternyata dia sudah punya pacar. Hari itu nggak akan pernah aku lupain. Sakit. Sangat sakit. Lalu selama ini aku dianggap apa? Untuk apa memberikan harapan-harapan yang indah jika pada akhirnya hanya dijatuhkan dari puncak Mount Everest. Itu tinggi, dan jika jatuh pasti akan sangat sakit sekali. Tanpa dosa, dia kembali datang padaku dengan segala cerita yang dia bawa dengan pacarnya. Iyu nyesek! Tapi, hati ini memaafkan dia tanpa pikir panjang. Tangan ini terbuka sangat lebar menyambut dia yang saat itu diputusin pacarnya.
Aku yang selalu berada di dekatnya, saat dia merasa di puncak maupun saat dia merasa terpuruk sekali. Saat dia jatuh, hanya aku yang berani mendekat dan rela meminjamkan pundak ini untuknya berkeluh kesah. Tapi semua itu tidak ada artinya lagi kini. Tawa, tangis, ledekan-ledekan gokil, begadang bareng, ngobrol dari isya` sampai subuh dari mulai hal kecil sampai hal besarpun kita jabanin. Tanpa lelah dan tanpa keluhan. Janji saling setia selalu bersama, ikrar selalu peduli dan selalu ingat satu sama lain hanya membuat mata ini tak bisa menahan air mata setiap mengingatnya.
Berulang kali dia bohongin aku. Tapi berulang kali pula aku maafin dia. Selalu begitu hingga berjalan selama satu setengah tahun. Tentunya itu bukan waktu yang sebentar. Butuh hati untuk saling peduli, menjaga, dan menganggap satu sama lain ada. Suka senyum sendiri kalo inget semua yang manis. Suka pengen nangis kalo inget yang pahit. Sekarang dia udah benar-benar menjauh. Pengen lupa, tapi nggak bisa. Sayang, waktu nggak bisa diputar. Andai waktu bisa diputar. Aku nggak akan minta agar tidak dipertemukan kamu, tapi aku akan meminta untuk kembali di saat bahagia dan berhenti di sana. Mungkin itu akan jauh lebih baik. Tapi tidak. Tidak akan aku minta hal itu, karena aku bisa melangkah jauh ke depan jauh ke depan tanpa dia. Kenapa tidak? Kalo Amstrong bisa nancepin bendera ke bulan, berarti aku juga harus bisa keep move on without him.
I can. I can do that because I`m a tough girl. Bukan aku yang pernah bertemu dan menghabiskan waktu bersamanya. Tapi aku adalah aku. Aku yang kuat dan tegar. Aku yang selalu tersenyum menghadapi semuanya. Ya, aku! J
Copyright 2009 it`s my story.... All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates